/Yulizal Yunus
Pemilihan Umum
Calon Legislatif (Pemilu Caleg) 2014 ini “kabua gambar”. Bukan kabur lagi,
memangnya tanpa gambar, pertengkaran nakal si K.Acang dan si Miang. “Betul tuh
K.Acang, betul”, tukas si Uyiah. “Kalian ya, benar-benar kacang miang semuanya.
Angin berhembus bukannya sejuk, justru menabur miang. Gatal kami semua
mendengar kalian”, timpali gaek si Nt.Gatah, disambut ketawa geli orang-orang
di kiri kanannya.
Kalau begitu, bagaimana yang “gaek-gaek” itu mencontreng
pilihannya?, ungkit si Miang lagi.
“Kan sudah dijelaskan tim sukses dan caleg. Cari di surat suara
tingkat kabupaten/ kota, provinsi atau pusat, partainya dan nomor calegnya,
lalu contreng nomornya itu”, jelas K.Acang.
“Itu betul. Bagi yang matanya terang. Yang hatinya terang manangkok
penjelasan. Yang muda-muda. Yang tidak buta huruf. Kalau yang gaek-gaek
bagaimana?”.
“Kan sekarang, tidak ada lagi yang buta huruf”
Jangankan yang buta huruf, buta fungsional saja banyak, sergah
Miang.
“Ei... K.Acang. Negeri kita belum bebas tuh buta huruf. Bahkan buta
warna saja banyak. Apalagi buta fungsional”.
“Apa itu buta fungsional ?”, tanya K.Acang
“Alaaah itu, pula yang kau tanya. Yang jelas buta fungsional itu,
di tengah kecanggihan teknologi informasi ini, ia kehilangan pangana juga
tu, bingung dan telmi”.
“Bahasa kau Miang, sudah tinggi pula nih. O ya, yang tak memilih,
alias golput itu, buta fungsional juga apa tidak, Miang”.
“Up to you lah– sekehendak hati kamulah K.Acang”, sergah
Miang.
“Yang saya pikirkan, yang gaek-gaek tadi. Mato lah kabur
plus membaca tak bisa. Siapa yang mau dia pilih atau dicontrengnya. Sepertinya
pemerintah ini tak serius mengurus pemilu, berarti juga tak mengurus negara.
KPU seperti sia-sia mengurus pemilu. Akibat laporan ABS. Dilapor penduduk sudah
100 bebas buta huruf. Ternyata masih banyak tak bisa membaca. Gambar saja belum
tentu bisa membedakannya di antara caleg. Sebab rupo beda dengan baliho.
Banyak, rancak baliho dari rupo, kata kawan FR pewarta senior itu.
Sadang ada gambar saja sudah kabur, apalagi tak ada gambar.
Si Miang itu masih mete-mete. Pemilu kini hanya mengandalkan angka.
Coba, nanti kejadian, yang gaek-gaek datang ke TPS. Ia dibimbing cucu. Ia
berkata, mata saya tidak nampak. Tolong pandu saya, katanya kepada Hansip anggota
TPS. Oke-lah kalau dipandu kepada yang benar, membela yang benar, memilih yang
benar. Kalau tidak? Lalu dipandu kepada yang menguntungkan jagonya. Saat kini
banyak pengkhianat. Gimana rasa hatinya si K.Acang?”.
“Kan ada saksi di kalangan kita”.
“Iya-lah kalau ada. Andaikan tidak ada di kalang awak, apa
jadinya?”.
“Kalau tak tahu, ya gimana lagi”
“Tentu asal pilih, gimana kualitas pemilu?”.
Kalau begitu ya, kabur gambar itu.
Bukan kabur lagi memang tak ada gambar, kata si Miang cuek dan lari
memelas.
Koto Tuo, 9 April 2014