Headlines News :
Diberdayakan oleh Blogger.
Guru Tulis
"Kalau saya pulang kampung, saya sering tiba-tiba meminta sopir berhenti di tengah jalan. Keluar dari mobil, menghirup aroma tanah ladang. Terkenang dengan masa lalu."
“tiada episode sejarah tanpa perjuangan pemuda”

(Yulizal Yunus)
Guru Tulis
Guru Tulis
Guru Tulis
Guru Tulis
Guru Tulis

Yang Gaek Mencontreng Tanpa Gambar

/Yulizal Yunus

Pemilihan Umum Calon Legislatif (Pemilu Caleg) 2014 ini “kabua gambar”. Bukan kabur lagi, memangnya tanpa gambar, pertengkaran nakal si K.Acang dan si Miang. “Betul tuh K.Acang, betul”, tukas si Uyiah. “Kalian ya, benar-benar kacang miang semuanya. Angin berhembus bukannya sejuk, justru menabur miang. Gatal kami semua mendengar kalian”, timpali gaek si Nt.Gatah, disambut ketawa geli orang-orang di kiri kanannya.
Kalau begitu, bagaimana yang “gaek-gaek” itu mencontreng pilihannya?, ungkit si Miang lagi.
“Kan sudah dijelaskan tim sukses dan caleg. Cari di surat suara tingkat kabupaten/ kota, provinsi atau pusat, partainya dan nomor calegnya, lalu contreng nomornya itu”, jelas K.Acang.
“Itu betul. Bagi yang matanya terang. Yang hatinya terang manangkok penjelasan. Yang muda-muda. Yang tidak buta huruf. Kalau yang gaek-gaek bagaimana?”.
“Kan sekarang, tidak ada lagi yang buta huruf”
Jangankan yang buta huruf, buta fungsional saja banyak, sergah Miang.
“Ei... K.Acang. Negeri kita belum bebas tuh buta huruf. Bahkan buta warna saja banyak. Apalagi buta fungsional”.
“Apa itu buta fungsional ?”, tanya K.Acang
“Alaaah itu, pula yang kau tanya. Yang jelas buta fungsional itu, di tengah kecanggihan teknologi informasi ini, ia kehilangan pangana juga tu, bingung dan telmi”.
“Bahasa kau Miang, sudah tinggi pula nih. O ya, yang tak memilih, alias golput itu, buta fungsional juga apa tidak, Miang”.
Up to you lah– sekehendak hati kamulah K.Acang”, sergah Miang.
“Yang saya pikirkan, yang gaek-gaek tadi. Mato lah kabur plus membaca tak bisa. Siapa yang mau dia pilih atau dicontrengnya. Sepertinya pemerintah ini tak serius mengurus pemilu, berarti juga tak mengurus negara. KPU seperti sia-sia mengurus pemilu. Akibat laporan ABS. Dilapor penduduk sudah 100 bebas buta huruf. Ternyata masih banyak tak bisa membaca. Gambar saja belum tentu bisa membedakannya di antara caleg. Sebab rupo beda dengan baliho. Banyak, rancak baliho dari rupo, kata kawan FR pewarta senior itu. Sadang ada gambar saja sudah kabur, apalagi tak ada gambar.
Si Miang itu masih mete-mete. Pemilu kini hanya mengandalkan angka. Coba, nanti kejadian, yang gaek-gaek datang ke TPS. Ia dibimbing cucu. Ia berkata, mata saya tidak nampak. Tolong pandu saya, katanya kepada Hansip anggota TPS. Oke-lah kalau dipandu kepada yang benar, membela yang benar, memilih yang benar. Kalau tidak? Lalu dipandu kepada yang menguntungkan jagonya. Saat kini banyak pengkhianat. Gimana rasa hatinya si K.Acang?”.
“Kan ada saksi di kalangan kita”.
“Iya-lah kalau ada. Andaikan tidak ada di kalang awak, apa jadinya?”.
“Kalau tak tahu, ya gimana lagi”
“Tentu asal pilih, gimana kualitas pemilu?”.
Kalau begitu ya, kabur gambar itu.
Bukan kabur lagi memang tak ada gambar, kata si Miang cuek dan lari memelas.
Koto Tuo, 9 April 2014

Penguatan Peranan Cadiak Pandai dalam Pelaksanaan ABS-SBK

Oleh: Yulizal Yunus Dt. Rajo Bagindo[1]



Emran Djamal (no 2 dari kiri), Yulizal Yunus (no. 2 dari kanan)
Cadiak pandai mempunyai fungsi meneliti kebijakan pelaksanaan ABS – SBK. Kebijakan itu dalam masyarakat adat Minangkabau adalah fatwa ulama, yang pelaksanaannya diperintahkan oleh ninik mamak. Kalau cadiak pandai tidak meneliti pelaksanaan kebijakan publik (fatwa) itu, masihkah tuduhan bahwa “syara’ dan adat tidak kuat” lagi, hanya dibebankan sebagai kesalahan ninik mamak dan ulama saja?. Justru cadiak pandai jadinya yang tidak berperan. Suatu hal yang istimewa di Minangkabau ada tiga tokoh kunci yang paling bertanggung jawab melaksanakan syara’ dan adat, konsesus dan filosofi ABS – SBK itu adalah funsionaris tungku tigo sajarang dan tali tigo sapilin, ialah ulama, ninik mamak dan cadiak pandai. Ketiganya melakukan sharing fungsi dalam pelaksanaan terpadu agama dan adat: fatwa pada ulama, perintah pada ninik mamak dan teliti pada cadiak pandai.

Tour of Duty Damai

/ Shadiq Pasadigoe
(Dimuat Skh. Singgalang, 12 Maret 2014, Halaman 1)
           
Bupati Tanah Datar
Mutasi atau pindah jenis pekerjaan (tour of duty) dan tour of area (pindah tempat kerja) bagi pegawai adalah satu kemestian dalam sebuah instansi. Namun pelaksanaan sebuah kemestian itu, bagaimana berjalan “damai”, adalah sebuah kemestian pula yang harus dijaga pimpinan. Artinya tour of duty itu tidak berbuntut konflik, internal bahkan meluas menjadi konflik eksternal.
Sungguh pun demikian terjadinya konflik internal meluas menjadi konflik eksternal dan terbuka tidak pula jarang terjadi. Satu di antaranya adalah kasus konflik pemblokiran jalur keluar masuk “TPA Sampah” Air Dingin Padang. Pemblokiran itu dilakukan puluhan warga setempat 30 April 2014 lalu, yang berakibat truk sampah berjejer tertahan dan menawarkan aroma tak sedap yang dapat merontokan “bulu hidung”. Peristiwa itu dilansir media masa, adalah bagian dari reaksi tour of duty lima puluhan pejabat eselon II,III dan IV di Pemko Padang termasuk seorang camat di wilayah setempat 28 April 2014. Fenomena pemblokiran TPA Sampah itu banyak kalangan “menyayangkan” baik unsure eksekutif, legislative maupun beberapa tokoh masyarakat, karena berpotensi menjadi preseden di ujung setiap mutasi nanti, meski aksi ini dapat berakhir dengan cara damai, setelah mengembalikan camat setempat ke jabatan semula.

PROF. DR. AMIRSYAHRUDDIN, MA TELADAN PENCERDASAN SPIRITUAL UMAT



Oleh: Yulizal Yunus


            Sampai usia 70 Tahun ulama intelektual Prof. Dr. Amirsyahruddin, MA dipopularkan Amirsyah, kesan saya yang tidak mau pupus adalah karakternya “cerdas spiritual”. Ia berkarakter, diakui jemaahnya. Tidak ada ledakan emosi dalam getaran suara bombastis dalam menyampaikan pesan agama. Meski substansi dan esensi dakwahnya menunjukajari umat, tetapi tetap saja tenang mengendalikan umat dari berbagai mimbar, dengan suara yang tenang dan menggugah. Tak ada komentar lepas apalagi menyalahkan. Tidak ada menjelaskan satu perkara agama dan kasus sosial tanpa menguasai masalah dan keilmuannya. Sarat mau’izhah, hikmah dan irsyadah (guidance) dalam membimbing umat ke jalan yang benar. Kesannya ia memiliki “alafnuun” (seni) berbicara dan memotivasi yang sarat tuntunan.
Dulu tahun 1970-han Amirsyahruddin, dalam catatan saya ia ulama da’i yang jadwalnya dinantikan oleh jemaah. Saya sengaja datang ke suatu masjid bila saya pastikan di situ ada Amirsyah berceramah Ramadhan. Jemaah yang lain pun menanti. Fenomena seperti itu melahirkan tradisi bertarawih pindah dari satu masjid ke mesjid berikutnya, berpatokan siapa yang berceramah malam itu. Jemaah justru mencari ustadz yang menarik cermah dan modelnya berceramah. Amirsyah justru dari caranya berbicara membuat jemaah tertarik, ia seperti sedang mengajar jemaah bagaimana mengendalikan emosi dan menunjukkan kecerdasan spiritual. Tidak ada kesan fundamentalis, apalagi cara-cara teroris, dengan ceramah menembak sana sini. Memang ia terkesan tidak menyediakan peluru sebelum berceramah untuk menembak jemaah. Ia cocok sebagai seorang motivator. Ia mampu memotivasi jemaah. Dalam perspektif model pembelajaran Islam, kalau sekarang motivator Ary Ginanjar terkenal dengan ESQ-nya, maka Amirsyah bagi saya ia adalah leader yang telah lebih awal meletakan model pembelajaran Islam dan seni memotivasi dalam mengukuhkan sendi-sendi prilaku dan membentuk karakter kecerdasan spiritual.
Dalam berceramah, materi yang dikupas Amirsyah amat runut dan sistematis. Ceramahnya tidak panjang, tetapi mengundang dan memberi peluang umat untuk berubah. Tidak ada kesan singa podium yang mengandung marah dengan keadaan. Tapi seperti singa podium yang santun berbahasa. Karakter santun itu membuat bahasanya lembut dan manis, tanpa mengurangi vocal. Untuk kasus ini saya mengenal pasti seorang putrinya Dr. Ulfatmi juga putranya Dr. Taufiq berbicara, tanpa mengabaikan vocal, bahasanya lembut santun dan menarik. Tentu saja banyak sedikitnya mengidentifikasi ayahnya sebagai idola. Kata orang Minang: “kemana lagi kalau air tidak turun ke tuturan”. Sepertinya guru besar IAIN Imam Bonjol yang aktif di Dewan Dakwah ini, sebagai orang tua sukses melaksanakan peranannya mencerdaskan umat mulai dari keluarganya yang penuh rahmah di samping sakinah dan mawaddah.
Saya pelajari dalam al-Qur’an ada tiga tingkatan intelektual Islam. Pertama ulama (gudang ilmu), kedua hukama (kaya hikmah) dan ketiga tingkat tertinggi ialah hulama ( berprilaku santun). Prof. Dr. Khalid bin Hamid al-Hazimiy, dalam bukunya “Ushul al-Tarbiyat al-Islamiyah” (Dasar – Dasar Pendidikan Islam), Cet. I. Al-Madinat al-Munawwarah: Dar ‘Alam al-Kutub, 2000) h.396-398 menyebut juga tingkatan intelektual seperti itu yakni ulama (berilmu), hukama (kaya hikmah) dan hulama (berprilaku santun).
Amirsyah dalam catatan saya seorang ulama yang kaya ilmu dan mau’izah dan memperlihatkan kekayaan hikmah. Hikmah yang merupakan ma’rifat (pengetahuan kearifan) substansinya bersumber dari ilmu al-Qur’an dan Hadits. Ada yang berpendapat hikmat itu adalah kata bijak sarat dengan esensi kebenaran, menjadi argument kuat untuk menjelaskan kebenaran (haq) dan menghilangkan yang rancu – ragu (syubhat). Hikmah itu juga termasuk  kearifan yang menjadi esensi ilmu, fiqhi dan ucapan yang betul (benar dan tepat sasaran). Amirsyah memperlihatkan teknik berbicara sarat ilmu dan menaruh hikmah itu. Karena itu, ia tidak berceramah panjajng, singkat tetapi menyentuh, sedang taraso, ia berhenting, jemaah merasa sadang tagayiang dihentikan.
Mau’izhah hasanah (pengajaran yang indah) yang ditawarkan Amirsyah sarat dengan nasehat (advis) di samping mengandung peringatan terhadap hal-hal yang dapat membahayakan bahaya umat, yang substansinya mengingatkan umat agar selalu menunjukan ketertarikan berbuat pahala dan menjauhkan diri dari bahaya. Artinyaperpaduan hikmah dan mau’izhah yang ditawarkan Amirsyah ditunjukan dengan ucapan yang bening, tulus dan menarik hati serta mendorong umat untuk tetap ta’at kepada Allah Ta’ala.
Dari esensi dan teknik indah Amirsyah piawai menyampaikan mau’izhah berjalin kulindan dengan hikmah. Sepertinya Amirsyah langsung atau tidak langsung sudah memberikan pembelajaran, bahwa penyampai mau’izhah (penasehat atau da’i) tidak bias tidak bijaksana (tak dengan hikmah). Kalau seorang da’i dalam dakwahnya tidak disertai hikmah, maka materinya akan tidak terasa proporsional (sesuatu yang tidak pada tempatnya), bisa tidak pas dengan waktu/ situasi, tidak pas menggunakan lafaz (kata) dalam kaitan dengan situasi mad’u (yang dinasehati/ yang didakwahi), bahkan akan menjadi keliru dan tak sesuai dengan kondisinya dalam memilih posisi/ tempat. Amirsyah seperti memaknai dalam teknik dakwahnya apa yang difirmankan Allah Ta’ala:
í÷Š$# 4n<Î) È@Î6y y7În/u ÏpyJõ3Ïtø:$$Î/ ÏpsàÏãöqyJø9$#ur ÏpuZ|¡ptø:$# ( [1]
(Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah[2] dan pelajaran yang baik).
            Dari cara bertutur lembut dan santun tanpa mengurangi color dan vocal dalam materi singkat padatk dan sarat nilai sebagai teknik Amirsyah berdakwah, saya melihat, ia sudah menemukan teknik yang pas dalam kaitan dengan berbagai situasi dan kondisi jama’ah. Teknik dan seninya berdakwah itu ia pertahankan. Seolah ia telah mengatakan kepada jemaahnya “itulah cara dan teknik seni dakwah saya, kalau suka sila undang saya”, itu catatan saya tanpa konfirmasi kepada pak Amirsyah. Tentang hal kelebihan tokoh bila berada di Mimbar, Amirsyah mungkin berbeda dengan tokoh Amir Syarifuddin yang juga memasuki usia 70 tahun, Mansur Malik (alm), Syamsir Roust (alm) namun yang jelas mereka mempunyai kedalaman ilmu dan punya model dan color sendiri dalam metodologi dakwah, serta mempunyai daya tarik tersendiri bagi public – jemaah.***


[1]Q.S al-Nahal: 125
[2]Hikmah: ialah perkataan yang tegas dan benar yang dapat membedakan antara yang hak dengan yang bathil. Menurut Prof. Dr. Masnal Zajuli, sebenarnya ada tiga hal yang tidak bisa dipisahkan yakni: hikmah, mau’izhah dan mujadalah. Karena ayat 125 Surat al-Nahal itu  disusul kalimat …wa jadilhum bi l-latiy hiya ahsan, kata kuncinya jadil dapat dibentuk menjadi kata mujadalah. Kata Prof. Masnal, mau’izhah dan hikmah bila berhadapan dengan orang lain dipastikan akan ada pro-kotran. Sa’at kontra pada sa’at ini diperlukan ada upaya mengajak berdialog atau mujadalah, supaya jangan manolog. Disuruh membantah/ menolak yang tidak baik dengan  cara-cara yang baik (Ajakan itu bisa mujadalah. dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik (…wa jadilhum bi l-latiy hiya ahsan/ dan bantahlah mereka dengan cara yang baik).

Benahi Pendidikan Agama Islam - Zaili Ketua Alumni FT-IAIN Imam Bonjol

Minggu, 13/10/2013
http://padangekspres.co.id

Padang, Padek—Banyak kriti­kan dari masyarakat bahwa Pen­didikan Agama Islam (PAI) belum efektif. PAI sekarang masih dianggap nomor dua. PAI dinilai belum berkembang, buktinya masih banyak perilaku menyimpang yang terjadi di tengah masya­rakat. Mulai dari tawuran pelajar sampai saling membunuh.
”Yang membunuh orang muslim dan yang ter­bu­nuh juga orang muslim. Waktu di penjara, pelaku ini pernah kita tanyai. Apakah kamu me­nye­sal? Tidak katanya. Justru dia puas telah mem­bunuh mereka,” kata Kepala Subdit PAI pada SMP Di­rektorat Pen­di­dikan Agama Islam Ditjen Pendidikan Islam Kemenag, Dr Ni Fasri Muh, menuturkan sekilas permasalahan dihadapi PAI saat menjadi narasumber pada seminar nasional pe­ngua­tan profesionalisme alumni pendidikan agama Islam dan sosialisasi pendidikan profesi guru, di Hotel Pangeran Beach Padang, kemarin (12/10).
Acara ini merupakan rang­kaian temu akbar alumni dalam rangka Milad Emas 50 tahun Fakultas Tarbiyah dan Keguruan IAIN Imam Bonjol Padang. Selain Ni Fasri Muh, seminar ini juga menghadirkan tiga pem­bicara lain yang juga alumni dari Fakultas Tarbiyah IAIN Imam Bonjol Padang yakni Kadivre Riau Pos Padang Sutan Zaili Asril, Rektor UIN Ar-Raniry Banda Aceh Prof Farid Wajdi Ibrahim, dan Prof Syafruddin Nurdin salah seorang guru besar di Fakultas Tarbiyah IAIN Imam Bonjol Padang.
Belum lagi perilaku men­yim­pang lainnya, seperti deg­radasi akhlak, premanisme dan anarkisme, ekslusivisme kea­ga­maan, kecenderungan sikap intoleran, lemahnya kerukunan hidup beragama, dan pelajar terlibat narkoba. ”Dan itu seba­gian besar dilakukan oleh umat Islam. Kita lihat ke atas-para politisi dan pejabat kita yang banyak masuk penjara yang lulusan pendidikan agama,” terangnya.
Dia mengingatkan bahaya besar jika saja pendidikan agama ini tidak menjadi perhatian bersama. ”Kalau pendidikan agama ini tidak kita perbaiki ke depan, maka bangsa kita akan hancur,” tuturnya.
Kondisi ini sekaligus menja­di tantangan bagi Fakultas Tar­biyah. ”Kalau guru agama saja tidak berkualitas, yang mendidik gurunya apa?” kritiknya.
Karena persolan itu, me­nurut Ni Fasri Muh, PAI diang­gap belum efektif karena selama ini gurunya belum ber­mutu. Bukan saja faktor itu, tapi banyak lagi faktor lain yang men­ye­bab­kan PAI belum efektif me­lahir­kan guru-guru agama yang berkualitas karena memang selama ini pemerintah menga­ng­gap PAI sebelah mata.
Ada tiga faktor penting men­yebabkan PAI belum efektif. Pertama faktor internal. Faktor ini dipengaruhi oleh kualifikasi guru pendidikan agama yang relatif masih lemah, banyaknya guru agama yang belum sarjana dan penguasaan kompetensi guru PAI belum terlaksana.
Kedua, faktor institusional. Faktor ini dipengaruhi sarana dan prasarana untuk PAI yang masih sangat kurang. Seperti contoh sekolah minim sarana ibadah dan praktik ibadah. Kemudian kuri­kulum PAI selalu berubah-ubah dan membebani guru, sehingga guru tak bisa membuat silabus.
Terakhir, faktor eksternal. Faktor ini dipengaruhi faktor orangtua yang banyak tidak peduli dengan pendidikan aga­ma anaknya. Ditambah pe­nga­ruh teknologi dan informasi yang menyebabkan anak-anak lebih senang bermain dibanding belajar agama.
Beranjak dari kondisi keter­ki­nian di atas, diakui Ni Fasri Muh, Direktorat Pendidikan Agama Islam Ditjen Pendidikan Islam Kemenag berupaya me­ningkatkan kualifikasi dan kom­petensi serta sarana dan pra­sarana di sekolah.
Terkait kompetensi, Direk­torat Pendidikan Agama Islam Ditjen Pendidikan Islam Ke­menag katanya memberikan beasiswa untuk guru PAI yang bertitel sarjana S1 dan S2. Ada se­kitar 5.300 guru di seluruh Indonesia mendapatkan bea­siswa tersebut.
”Tahun ini kami aju­kan juga prog­ram beasiswa S1 tambahan. Si­lakan, ajukan data ke kami,” ka­tanya. Di samping itu, tahun ini juga dianggarkan dana sebe­sar Rp 52 miliar oleh Kementerian Agama untuk program peni­ng­katan kompetensi untuk guru PAI.
Sementara Sutan Zaili Asril melihat dari persepektif lain mengapa PAI belum efektif selama ini. Wartawan senior ini mengatakan, belum efek­tifnya PAI disebabkan tidak jelasnya kedudukan PAI di dalam sistem pendidikan na­sio­nal (sisdiknas). Penanganan atau pengelolaan kebijakan penyelenggaran pen­didikan nasional selama ini tidak jelas-ambivalen dengan sistem kon­vensional. ”Masalah kita ke­su­litan merumuskan orientasi pendidikan Islam di pen­di­di­kan nasional kita,” tegas putra kela­hiran Kiambang itu.
Buktinya selama ini belum ada indikator yang menjadi ukuran seorang jadi guru atau dosen agama Islam. ”Karena itu ke depan perlu ada indi­kator yang jelas untuk me­ngu­kur seorang itu jadi guru atau dosen agama Islam,” terang Zaili.
Ditambah lagi selama ini belum ada sumbangsih besar dari sarjana agama islam ter­hadap sistem pendidikan na­sio­nal. ”Sarjana Islam lebih banyak mengomel dan tidak kooperatif. Mestinya diminta ataupun tidak diminta harus ada dari pen­didikan Islam ini menyumbang pemikirannya bagi pendidikan nasional,” katanya.
Zaili memberi contoh ri­ngan. Misalnya para sarjana agama Islam ini membuat suatu simposium. Melalui sim­posium itu kemudian dihim­punlah pe­mikiran-pemikiran mereka un­tuk kemudian di­sam­paikan seba­gai masukan dalam sis­diknas kita. ”Ini mesti di­lakukan, tanpa harus di­minta dulu,” paparnya. Dia menambahkan, bicara soal pro­fesionalisme, harus ada indikator dan standar yang jelas seperti apa penguatan pro­fesionalisme alum­ni PAI tersebut.
Prof, Syafruddin Nurdin me­nge­mukakan sejumlah ke­kua­tan, kelemahan, peluang dan an­ca­man melalui analisa SWOT terhadap alumni PAI. Untuk kekuatan alumni, lu­lu­san IAIN Imam Bonjol con­toh­nya, telah memiliki regulasi, sertifikat pendidik dan or­ga­nisasi profesi. ”Kita sudah berupaya melahirkan lulusan Fa­kultas Tarbiyah yang dibu­tuhkan lapangan,” katanya.
Sedangkan Farid Wajdi Ibra­him mengamini kata Zaili Asril. Ketidakjelasan PAI da­lam sis­dik­nas membuat ke­be­radaan PAI selama ini tidak efektif. ”Yang masuk IAIN ba­nyak yang dari sekolah umum. Kemam­puan agama mereka rata-rata masih lemah. Inilah peran kita dari IAIN ba­gai­mana nanti output dari lulusan IAIN ini ber­dayaguna terutama ke­mam­puan PAI nya,” kata Ketua Umum PP HSPAI.
Pada kesempatan itu Farid juga melantik Pengurus Dae­rah HSPAI Sumbar periode 2013-2018. Dia mengajak pe­ngurus HSPAI bekerja luar biasa. ”Za­man sekarang harus bekerja luar biasa, tidak bisa biasa-biasa,” katanya.
Dekan Fakultas Tarbiyah IAIN Imam Bonjol Padang, Prof Duski Samad mengatakan di usia yang ke-50, Fakultas Tar­biyah telah melahirkan lebih dari 30 ribu alumni. Alumni tersebut berasal dari latar bela­kang pro­fesi berbeda. ”Alumni Fa­kultas Tarbiyah sudah berkiprah di berbagai tempat. Salah satunya Sutan Zaili Asril. Saya tidak berpikir dia (Zaili Asril, red)-adik kelas saya jadi wartawan dan kini menguasai Padang Ekspres Group,” ung­kap Rektor IAIN Imam Bonjol Padang Prof Mak­mur Syarif.
Pada peringatan 50 tahun Fakultas Tarbiyah IAIN Imam Bonjol Padang itu, juga dila­kukan pemilihan pengurus ika­tan alumni Fakultas Tarbiyah IAIN Imam Bonjol Padang. Sutan Zaili Asril dipercaya se­ba­gai ketua umum, didam­pingi Yulizal Yunus dan Abbas Jusad sebagai Ketua I dan Ketua II. Sementara, sekretaris umum dipercayakan kepada Artin Arjun, dibantu Muhammad Kosim, Jon Misfar, dan Muhammad Zalnur, sebagai sekretaris I, II, dan III. Sedangkan yang menjabat bendahara adalah Mimi Suharti dengan wakil Gusti Murni.

Antara Bandar Taluk dan Punggasan

/ Yulizal Yunus


Antara bandar Taluk dan Punggasan
Membuka buhul tak berkesan
Di antara sejarah dan tambo
Oooo….
Sandi menjadi andiko
Andiko Pucuk menjadi Muncak
Muncak kepala suku, Puncak,Pamuncak
Di tambo Bandar Taluk ada MuncakQidam
Rakyat harap adat tak tenggelam
Di tambo Bandar Pungasan ada MuncakGapuak
Kepada semua penjajahan tak hendaktakluk
Pamuncak jadi lagi pangulu palo
Penghulu palo dari penghulu pucuk
Penghulu pucuk dari Andiko Pucuk
Andiko Pucuk dari Andiko Gadang jadikapalo nagari
Kapalo nagari jadi wali nagari
Puihhh…
adat berubah kendali
Boleh jadi di tangan pemerintahanNagari
Lepas dari tampuk tangkai limbogoadat nagari
Sejak Belanda memasang strategi
Awalnya penjajah memasuki nagari

Sore di Punggasan mengenang empatpenghulu
Di tambo tergores segudang tanyatak menentu
mengapa pula 1690 tuan penghulu kepulau cingkuk
mengapa Belanda dipersila masuk
mengapa dibiarkan nagari dibawa panglimaPieter sebiduk
mengapa
mengapa
Bagaimana keliru sejarah pemekarannagari
katanya otonomi
berbasis surau kembali ke nagari
surau entah di mana
justru yang terjadi memecah nagari
masa desa dulu pun nagari tak pecah
tidak bisa dibayangkan
siapa terkena sumpah satia
nenek moyang berkata:
selama awan putih
selama gagak hitam
nagari tak berubah
siapa yang merubah
ke atas tak berpucuk
ke bawah tak berurat
di tengah dilobangi kumbang
dimakan Qur’an tiga puluh juz
dimakan bisa kawi
siapa yang merubah
sama memasang bom waktu
pada suatu waktu
siap meledakan anak cucu

Ba’da maghrib sujud di Nurul Huda
kepada kaumku kampai empat ibu
kepada andiko gadang serta pucuk kampai 
di bawah payung panji pucuk DatukTan Maruhun
Kampai Tangah sandi Datuk BagindoSulaiman
Kampai Bendang sandi Datuk MagekBatuah
Kampai Nyiur Gading sandi Datuk Tan Mangunsi
Kampai Sawah Laweh sandi DatukMandaro Putiah
Boleh membawa segulung tanya
Nagara mekar hendak kemana kitabawa
Bagaimana susahnya menegakkan adatpusaka
Sejak utusan Muhammad Syah RegenIndrapura
Hendak ke Pagaruyung melintasPunggasan
Lewat Air Haji ke Bukit Laban
Melintas Limau Antu dan ParitPanjang
Aral melintang kerbau jalangmenyerang
Seorang korban bermakam TandikekAmbacang
Betapa Muhammad Syah terbirit datang
Bagaimana mencegatnya menyusun adat
Bagaimana mencegat Tuanku Imam menyusunsyara’ sandi adat
Dihitung rombongan dahulu dan jalankemudian
ninik mamak yang empat jadi pucuksuku
ninik mamak yang tujuh jadi pucuksuku
mengangkat sandi segala suku
sandi empat suku melayu
sandi kampai empat ibu
sandi suku Lareh Nan Tigo tigaorang
sandi suku panai tiga orang
jadi karapatan 18 ninik mamakPungasan
jadi andiko gadang penentu haluan
andiko ketek bermain di gelombang
tampuk tangkai pucuk bulek
andiko gadang dan andiko ketek
menjaga segala yang sumbang

Antara bandar Taluk dan Punggasan
Membuka buhul tak berkesan
Di antara sejarah dan tambo
kenapa bersuluh mata hari
kenapa gelanggang mata rang banyak
mau dibiarkah adat dialih orang
adat mana lagi yang mau dipakai
agama mana lagi yang akan ditumpang
tak ada jalan lain yang pasah
limbago adat tegakan teguh
hutang pada ninik mamak
surga karena iman teguh
neraka karena laku awak

 Punggasan,14 Januari 2012
 


Guru Tulis
Guru Tulis
Guru Tulis
Guru Tulis
Guru Tulis
Guru Tulis
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. Yuyu Center - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger